Senin, 21 Desember 2009

Belajar Sejarah yang Menyenangkan

Oleh : Fahmi Irhamsyah
Guru Paket B PKBM Remaja Masa Depan Jakarta

Mata Pelajaran sejarah sejatinya merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Sebab, dengan mempelajari sejarah, peserta didik diajak untuk mengetahui, memahami, berpikir kritis, serta mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, baik yang terjadi di Indonesia maupun belahan dunia lainnya. Alhasil, dari hikmah yang telah diperoleh, peserta didik bisa menjadi manusia yang bijaksana dalam kehidupan sehari-hari.
Sebuah kondisi yang memprihatikan dan semestinya mendapat perhatian dari banyak pihak bahwa hari ini sudah menjadi rahasia umum bila citra pelajaran sejarah di mata peserta didik dapat dikatakan tidak terlalu baik. Banyak peserta didik yang merasa Jenuh dan ingin segera menyelesaikan pelajaran. Oleh karenanya, kita sebagai guru dituntut untuk lebih kreatif lagi dalam mentransformasikan pelajaran sejarah pada peserta didik.

Metode Vibrant
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru agar dapat menyajikan pelajaran sejarah (termasuk pelajaran lainnya) dengan menyenangkan adalah dengan menggunakan metode Vibrant yang dipadukan dengan prinsip-prinsip cooperative learning. Metode yang akan kita gunakan akan lebih baik jika menggunakan sarana Audio Visual (LCD untuk menampilkan slide show dan musik). Jika tidak ada guru dapat memanfaatkan TV dengan VCD/DVD yang telah diinput materi (dapat memanfaatkan Windows Movie Maker). Secara garis besar metode ini terbagi dalam beberapa langkah :

1. Membagi kelompok (untuk efektifnya usahakan tidak lebih dari lima orang per kelompok)
Kelompok dibuat dengan memegang prinsip-prinsip cooperative learning, yaitu kelompoknya harus heterogen. Terdiri dari peserta didik yang memiliki cara belajar, latar belakang ekonomi keluarga jenis kelamin, modalitas belajar, dan prestasi belajar yang berbeda-beda. Ini diperlukan agar dalam kelompok pun peserta bisa saling belajar dengan sesama anggota kelompok dan tidak ada satu kelompok yang mendominasi karena di dalamnya terdiri dari anak-anak pintar.

2. Bernyanyi bersama
Setelah peserta didik dibagi beberapa kelompok, persilahkan mereka untuk berdiri dan menghadap ke slide show. Kemudian, guru mengomandokan untuk bernyanyi bersama. Ini harus dilakukan agar emosi peserta didik dapat disamakan terlebih dahulu, selain itu inilah inti dari metode yang akan kita pakai. Karena, nanti peserta didik akan kita perintahkan untuk mengganti lirik lagu tersebut dengan materi pelajaran yang mereka dapatkan dari hasil membaca.
Pilihlah lagu-lagu yang sedang tenar, tidak terlalu cepat, dan tidak terlalu lambat. Intinya lagu tersebut memiliki arasemen musik yang menyenangkan. Usai bernyanyi persilahkan peserta didik untuk duduk kembali dan tanyakan perasaan mereka terhadap lagu tersebut (ini hanyalah pemanfaatan waktu peralihan pada langkah selanjutnya)

3.Membagikan materi pada semua kelompok
Guru harus terlebih dahulu mempersiapkan tulisan tentang materi yang akan dibahas. Tulisan guru tersebut harus berdasarkan sumber yang jelas dan sesuai dengan SK (Standar Kompetensi) dan KD (Kompetensi Dasar) yang terdapat dalam KTSP. Selama membagikan kertas materi guru dapat menyalakan musik yang nantinya akan kita ubah liriknya. Setelah dibagikan materi, guru harus menjelaskan apa tujuan dari pelajaran ini.
Hal ini sangat dibutuhkan mengingat peserta didik sering kali jenuh dengan pelajaran sejarah karena mereka tidak mengetahui apa tujuan dari pelajaran yang mereka pelajari. Setelah itu guru dapat mempersilahkan para peserta didik untuk membaca materi selama 15 menit (waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan).

4.Mulailah menulis lagu
Setelah selesai membaca materi, instruksikan pada seluruh kelompok untuk merubah lirik lagu yang di awal telah kita nyanyikan bersama. Perintahkan juga pada peserta didik untuk memuat, misalnya proses masuknya Hindu Budha ke Indonesia, nama raja dan kerajaannya, serta benda-benda peninggalannya. Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan pada masa Hindu Budha, serta peninggalannya) komposisi lagu dapat kita instruksikan sesuai dengan KTSP. Berikan alokasi waktu yang jelas, agar peserta didik termotivasi untuk segera menyelesaikan.

5.Persentasi
Persentasi dapat dilakukan pada hari yang sama ataupun pertemuan berikutnya, peserta didik melakukan persentasi dengan bernyanyi. Guru dapat memodifikasi, misal bernyanyi dengan pakaian atau gaya kerajaan dan sebagainya.

6.Penguatan
Sebagai penguatan berikan penghargaan baik berupa hadiah, ucapan ataupun hanya bahasa tubuh pada kelompok yang paling dahulu menyelesaikan, persentasinya paling bagus. Dan, berikan kuis setelahnya untuk mengukur kemampuan siswa dalam menyerap pelajaran yang telah diberikan. Guru dapat memodifikasi metode ini sesuai dengan kebutuhan dan keadaan kelas. Semoga dengan menggunakan metode ini, peserta didik dapat lebih menyenangi lagi pelajaran Sejarah. Karena, jika kita menengok pada negara-negara di Eropa. Warga masyarakatnya, khususnya pelajar akan mengalami kesulitan untuk melanjutkan pendidikan jika mereka belum menguasai sejarah bangsanya. 2008-07-23 11:01:00
http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/19/news_id/1179

mengambil hikmah dari perjanjian hudaibiyah

Perjanjian Hudaibiyah yang lahiriahnya tampak merugikan pihak kaum muslimin, akhirnya terbukti menjadi pintu kemenangan yang besar. Banyak hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa ini.

Setelah perjanjian tersebut disepakati, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, (haruskah) kami setujui hal ini?” Beliau pun bersabda:
مَنْ أَتَاهُمْ مِنَّا فَأَبْعَدَهُ اللهُ، وَمَنْ أَتَانَا مِنْهُمْ فَرَدَدْنَاهُ إِلَيْهِمْ جَعَلَ اللهُ لَهُ فَرَجًا مَـخْرَجًا
“Barangsiapa yang datang kepada mereka dari pihak kita, (semoga) Allah Subahanahu wa Ta'ala menjauhkannya. Dan barangsiapa dari (pihak) mereka yang datang kepada kita, lalu kita kembalikan kepada mereka, (semoga) Allah jadikan untuknya kelapangan dan jalan keluar.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Dan memang, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam begitu mudahnya menerima ketentuan dari Suhail karena di dalamnya terdapat upaya-upaya pengagungan hurumatillah, dengan terjaganya darah. Apalagi beliau telah menegaskan:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَسْأَلُونِي الْيَوْمَ خُطَّةً يُعَظِّمُونَ بِهَا حُرُمَاتِ اللهِ إِلاَّ أَعْطَيْتُهُمْ إِيَّاهَا
“Demi Dzat yang jiwaku di Tangan-Nya, tidaklah mereka memintaku satu perkara yang mereka agungkan padanya kehormatan (hurumat) Allah melainkan aku berikan kepada mereka.”
Akhirnya, berlakulah perjanjian besar tersebut yang Allah Subahanahu wa Ta'ala namakan sebagai Al-Fath (kemenangan). Kaum muslimin sendiri tidak senang dengan perjanjian tersebut ketika mengira dalam butir-butir perjanjian itu terkandung penghinaan terhadap kaum muslimin. Mereka tidak melihat adanya kemaslahatan besar di balik perjanjian itu.
Sahl bin Hunaif mengisahkan: “Curigailah akal (ra’yu) karena sungguh, aku lihat, dalam peristiwa Abu Jandal (anak Suhail bin ‘Amru) seandainya aku mampu membantah keputusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pastilah sudah aku bantah.”
Perjanjian tersebut kemudian justru menjadi satu kemenangan, karena adanya kemaslahatan seperti keleluasaan bagi kaum muslimin untuk mendakwahkan Islam ke seluruh kabilah Arab. Bahkan kemenangan paling besar yang dengan sebab inilah semakin tersebarnya ajaran Islam. Dakwah berjalan tanpa gangguan, manusia pun mulai masuk Islam secara berbondong-bondong.
Padahal sebelumnya, kaum muslimin tidak mampu berdakwah di luar daerah yang penduduknya telah masuk Islam seperti kota Madinah dan sekitarnya. Sementara orang-orang yang masuk Islam dari penduduk Makkah dan wilayah musyrikin lainnya, selalu diintimidasi. Oleh karena itu pula, mereka yang masuk Islam, berjihad dan berinfaq sebelum Fathu Makkah lebih besar pahalanya dan lebih tinggi derajatnya dibandingkan mereka yang masuk Islam, berjihad, dan berinfaq sesudah perjanjian Hudaibiyah. Namun bagaimanapun juga, mereka semua dijanjikan surga oleh Allah Subahanahu wa Ta'ala sebagaimana firman-Nya:
وَمَا لَكُمْ أَلاَّ تُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ لاَ يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلاًّ وَعَدَ اللهُ الْحُسْنَى وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid: 10)
Ayat ini menegaskan betapa mulia kedudukan para sahabat g di mana Allah Subahanahu wa Ta'ala persaksikan keimanan mereka dan menjanjikan surga bagi mereka. (Tafsir As-Sa’di hal. 839)
Sebuah keutamaan yang tidak mungkin didapatkan oleh orang-orang yang datang sesudah mereka, sehebat apapun amalan mereka. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, menegaskan kemuliaan tersebut:
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencaci-maki para sahabatku. Janganlah kalian mencaci-maki para sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku di Tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak mencapai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka, bahkan tidak pula separuhnya.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang para sahabat yang ikut dalam peristiwa Hudaibiyah:
لاَ يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
“Tidak akan masuk neraka satu pun yang berbai’at di bawah pohon ini (bai’atur ridhwan).” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)
Allah Subahanahu wa Ta'ala juga menerangkan bahwa Dia ridha kepada mereka, mengetahui isi hati mereka serta memberikan kemenangan buat mereka.

Hikmah Perjanjian Hudaibiyah
Sesungguhnya yang paling pantas diperhatikan seorang muslim adalah amal yang berkesinambungan dengan mengikuti atsar-atsar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam serta merealisasikannya dalam hidup dan kehidupannya, semampunya. Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Ayat ini sebagaimana kata Ibnu Katsir t, merupakan dasar yang kokoh dalam berteladan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik ucapan, perbuatan, dan keadaannya. Dan teladan ini hanya dijalani serta diberi taufiq untuk mengikutinya oleh orang-orang yang mengharapkan Allah Subahanahu wa Ta'ala dan hari kemudian.
Sehingga orang yang beriman, takut kepada Allah Subahanahu wa Ta'ala serta yang mengharap pahala-Nya, tentu semua ini akan mendorongnya untuk meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan kemuliaan seorang mukmin diukur dengan sikap ittiba’-nya: semakin teguh dia berpegang dan mengamalkan As-Sunnah, semakin berhak dia memperoleh kedudukan mulia (di sisi Allah Subahanahu wa Ta'ala).
Sebagaimana dimaklumi, perikehidupan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seluruhnya adalah teladan yang baik. Baik dalam keadaan safar, bermukim, berperang, damai, dan sebagainya.
Dan di dalam kisah Hudaibiyah, kita dapat memetik sejumlah pelajaran dan hikmah yang agung. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullahu memaparkan sebagian faedah atau pelajaran dari hikmah tersebut dalam kitabnya Zadul Ma’ad (3/303), di antaranya:
1. Orang-orang musyrik, ahli bid’ah, orang-orang yang jahat, pemberontak, dan orang-orang dzalim, apabila menuntut suatu perkara yang di dalamnya kehormatan Allah Subahanahu wa Ta'ala diagungkan, maka tuntutan tersebut harus dipenuhi bahkan didukung, meskipun mereka menolak yang lain.
Jadi mereka dibantu untuk mengagungkan kehormatan Allah Subahanahu wa Ta'ala, bukan kekafiran dan kejahatan mereka, siapapun adanya.
Inilah yang membuat gusar para sahabat kecuali Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Dan ini sekaligus menampakkan keutamaan beliau, seolah-olah hati beliau bertumpu di atas hati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau radhiyallahu 'anhu menjawab kegusaran Umar radhiyallahu 'anhu dengan jawaban yang sama dengan jawaban yang diberikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Umar radhiyallahu 'anhu padahal beliau tidak ada di tempat ketika itu.
2. Bolehnya imam atau pemimpin mendahului meminta damai dengan musuh bila hal itu mengandung maslahat bagi kaum muslimin.
3. Boleh bersabar atas kurang sopannya utusan orang-orang kafir di mana tidak membalas kekasaran karena terdapat maslahat yang umum.
4. Berdamai dengan kaum musyrikin, meskipun di dalamnya terdapat sedikit kerugian bagi kaum muslimin adalah boleh, demi kemaslahatan yang lebih kuat dan jelas.
Hal ini sering dilalaikan oleh orang-orang yang dangkal pikirannya, sehingga memandang bahkan memvonis bahwa perjanjian damai yang dilakukan sebagian pemerintahan muslimin dengan sebagian negara kafir adalah kekafiran yang nyata sehingga harus diperangi pelakunya.
Terlebih hanya dengan pertimbangan tersedotnya kekayaan negara muslim tersebut oleh orang-orang kafir. Tidaklah mereka melihat adanya kemaslahatan yang lebih besar dalam kesepakatan-kesepakatan damai tersebut? Terjaganya darah kaum muslimin, yang ini lebih berharga dari dunia dan seisinya. Bahkan satu jiwa yang mukmin lebih mulia di sisi Allah Subahanahu wa Ta'ala daripada Ka’bah. Wallahul musta’an.
5. Perjanjian Hudaibiyah ini merupakan pendahuluan dari sebuah kemenangan yang lebih besar lagi. Di mana Allah Subahanahu wa Ta'ala memuliakan –melalui kemenangan ini– Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dan tentara-Nya.
Demikianlah biasanya Allah Subahanahu wa Ta'ala dalam setiap persoalan besar, yang Dia tetapkan secara syar’i maupun takdiri; Dia berikan pengantar dan pendahuluan yang menunjukkan perkara tersebut.
6. Perjanjian damai ini termasuk kemenangan terbesar. Karena adanya jaminan keamanan kedua belah pihak. Kaum muslimin bergaul dengan orang-orang kafir, serta memperdengarkan Al-Qur`an kepada mereka.
Akhirnya teranglah apa-apa yang kabur tentang Islam, berimanlah orang-orang yang Allah Subahanahu wa Ta'ala kehendaki untuk beriman. Karena itu pula, Allah Subahanahu wa Ta'ala menamakannya “kemenangan yang nyata”.
Wallahu a’lam.